Jumat, 30 Juli 2010

Sang Pencari Keadilan

Dbasict.blogspot.com -

berawala dari sebuah tragedi yang merenggut nyawa anaknya yang dimana pihak yang salah malah dibebaskan alias 1 kali sidang langsung bebas,padahal yang ilang nyawa kok bisa - bisanya cuma begitu doang
ini cerita sebelumnya :
Peristiwa ini terjadi tahun 1993, korban bernama Rifki Andika, ditabrak seorang oknum polisi dan tewas, polisi waktu itu masih jadi satu dengan ABRI. sang ayah Indra Azwan, melapor di Denpom V/3 Malang.

11 tahun kemudian, tepatnya tahun 2004, Denpom V/3 Malang menyerahkan berkas perkara ke oditurat militer, dan oditurat militer kemudian menyerahkan pendapat hukum kpd Kapolda Jatim sebagai Pepera (Perwira Penyerah Perkara), dengan saran supaya diterbitan Skeppera (Surat Keputusan Perwira Penyerah Perkara) agar berkas perkara terdakwa segera diproses di Pengadilan Militer. Baru tahun 2006, pemeriksaan sidang pengadilan di Pengadilan Militer Tinggi III Sby berjalan, dan putusan keluar tahun 2008, dengan putusan menolak tuntutan oditurat militer, disebabkan perkara yang dituntut DALUARSA (menurut KUHP Pasal 78 ke-3, daluarsa untuk kejahatan dengan ancaman pidana penjara 3 tahun adalah 12 tahun) berarti Daluarsa untuk kejahatan yang dilakukan terdakwa adalah tahun 2005 (terdakwa dituntut Pasal 359 KUHP, Karena kealpaannya menyebabkan kematian orang lain).

Menurut Pasal 80 KUHP, Daluarsa akan tertahan kalau ada tindakan penuntutan. dalam Acara Pidana Militer, Penuntutan dimulai ketika Pepera (Perwira Penyerah Perkara ) menyerahkan perkara ke Pengadilan Militer, dan celakanya terjadi tahun 2006. Menurt teori, Daluarsa yang demikian tidak bisa disebut Daluarsa. Alasan2 yang menyebabkan daluarsa, karena perkaranya lama, bukti2 menjadi kabur dan hilang, padahal ada BAP tahun 1993 yang merupakan alat bukti Surat.

Tindakan penuntutan sendiri secara definisi ada dua pengertian, secara luas, penuntutan itu mencakup tindakan penyidikan baik itu yang dilakukan kepolisian atau kejaksaan (dalam hal acara pidana militer, denpom dan oditur), secara sempit, penyerahaan perkara oleh jaksa penuntut umum ke pengadilan (dalam hal ini Perwira Penyerah Perkara).

Pengadilan di Indonesia, cenderung mengikuti definisi tindakan penuntutan dalam arti sempit. Jika demikian, secara juridis formil memang perkara itu Daluarsa, tapi secara materiil tidak dapat disebut Daluarsa, sebab, bukti2 masih jelas, BAP th 1993 masih ada, dan itikad baik, terdakwa untuk memenuhi panggilan oditurat tidak ada. Padahal menurut Pasal 224 KUHP "barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang, dengan sengajatidak memenuhi kewajiban yang menurut undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya, diancam pidana, untuk perkara pidana dengan penjara max 9bln, untuk perkara lain, dengan pidana penjara paling lama 6 bln.

Kesimpulan menurut ane & temen2 ane, perkara itu secara juridis materiil, tidak bisa dikatakan Daluarsa, walaupun secara formil sudah dapat dikatakan Daluarsa, sebab tidak memenuhi syarat2 Daluarsa, seperti pembuktian sulit dsb. Bagaimanapun hukum harus mengutamakan keadilan, jika secara normatif tidak bisa dicapai keadilan, maka kita harus melihat ke dalam teori, dan filosofi. Amanat Pasal 5 ayat 2 UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman "Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan".
Kemudian dalam Pembukaan UUD 45 alinea-4, negara harus melindungi dan mensejahterakan masyarakat. Melndungi dan Mensejahterakan Masyarakat adalah mewujudkan keadilan secara hakiki/materiil, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya yang benar secara hakiki. Dalam perkara ini, seharusnya Putusan Pengadilan tetap menghukum terdakwa karena kealpaannnya menyebabkan kematian orang lain, bukan menyatakan Daluarsa, sebab syarat2 yg menyebabkan Daluarsa, dalam teori hkm pidana tidak terpenuhi.

Inilah cinta orang tua terhadap anaknya,namun bagaimana bisa seorang oknum yang telah melakunan penghilangan nyawa orang hanya di hukum begitu saja??????
yah jelas tidak adil ,

Berati di negara ini jelas buta dengan Keadilan,Buat apa aturan,UUD,Pasal dibuat dengan kosekuensi pembutanya aja menghabiskan berapa puluh juta hanya untuk suatu aturan yang tidak berlaku.

Bagaimana bisa ?????tapi inilah negeri kita ........jika masih diisi dengan orang - orang yang gila jabatan dan uang yah selamat tinggal karena itu tak akan bisa membuat kamu tenang nanti jika kamu mati nanti.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

TERIMAKASIH ATAS PERHATIAN TERHADAP KASUS SANG PENCARI KEADILAN http://sangpencarikeadilan.blogspot.com

Posting Komentar